Perdebatan Sengit Warnai Sidang Penyerobotan Lahan : Pasal 167 KUHP Dinilai Tidak Tepat

Sulutonline – Manado. Sidang lanjutan perkara 327/Pid.B/2025/PN Manado pada Kamis (11/12/2025) berubah menjadi arena adu argumentasi. Pemeriksaan ahli yang dihadirkan JPU tidak hanya memicu tanya-jawab teknis, tetapi juga membuka perdebatan serius mengenai dasar hukum dakwaan hingga ketepatan waktu penuntutan.

Sejak awal, suasana sidang menunjukkan ketegangan. Setiap pernyataan ahli dipatahkan oleh tim pembela, sementara JPU berupaya mempertahankan dasar dakwaan.

Ahli menjelaskan dakwaan merujuk Pasal 167 KUHP yang mengatur larangan memasuki rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup tanpa izin. Menurut ahli, lahan sengketa memenuhi kriteria tersebut.

Namun pembela langsung mengajukan bantahan tajam. Kuasa hukum Noch Sambouw menegaskan bahwa objek yang disengketakan bukanlah pekarangan tertutup, melainkan kebun terbuka tanpa batas fisik.

“Pasal 167 itu jelas. Tidak ada pagar, tidak ada bangunan, tidak ada batas ruang. Objeknya kebun, bukan pekarangan tertutup sebagaimana rumusan pasal,” tegas Sambouw.

memperkenalkan istilah “pagar yuridis” yang dipahaminya sebagai batas tanah dalam sertifikat BPN.

Pembela menolaknya mentah-mentah. Menurut mereka, istilah itu tidak dikenal dalam KUHP maupun regulasi pertanahan.

Sambouw juga menyoroti ketidakpastian batas lahan yang diakui oleh pihak BPN maupun pemegang sertifikat.

“Jika lembaga teknis saja tidak tahu batasnya, bagaimana mungkin disebut ada ‘pagar yuridis’? Istilah itu tidak memiliki landasan normatif,” ujarnya.

Pembela kemudian mengarah pada persoalan yang lebih mendasar: perkara serupa pernah diproses pada tahun 1999.

“Perkara ini sama dengan perkara No. 17/Pid.C/1999/PN Manado. Objeknya sama, subjeknya juga sama. Tidak boleh ada pemeriksaan kedua kali untuk persoalan yang identik,” kata Sambouw.

JPU menilai keberadaan perkara lama tidak menghalangi proses baru karena adanya dugaan pengulangan tindakan. Namun ahli mengingatkan bahwa penilaian akhir mengenai itu sepenuhnya merupakan kewenangan majelis hakim.

Suasana kembali memanas ketika menyentuh isu daluwarsa. Ahli memaparkan ketentuan masa penuntutan enam tahun untuk tindak pidana dengan ancaman di bawah tiga tahun.

Tetapi pembela menekankan adanya kesenjangan waktu tujuh tahun antara 2017 periode awal penguasaan lahan menurut BAP dan laporan yang masuk pada 2024.

“Selisih ini sudah melampaui batas daluwarsa. Jika dihitung, penuntutan tidak lagi sah menurut aturan,” ujar Sambouw.

Pembela juga mempermasalahkan relas pemanggilan saksi pelapor. Surat panggilan disebut tidak dikirim langsung kepada pelapor melainkan melalui institusi kepolisian cara yang dinilai tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

Setelah perdebatan panjang dan seluruh keberatan disampaikan, majelis hakim menutup sidang. Sidang berikutnya akan diarahkan untuk menilai kelengkapan dakwaan JPU.

Sambouw memastikan timnya akan terus meneliti setiap aspek dakwaan, mulai dari unsur pasal hingga prosedur penyidikan, demi memastikan proses berjalan objektif dan berada dalam koridor keadilan. (pr)

Telah dibaca: 2

Budi Rarumangkay

Berita sejenis