Sidang Perkara 327 PN Manado Kembali Tertunda Akibat Ketidakhadiran Saksi Korban

SulutonlineManado, 15 Desember 2025. Sidang perkara pidana Nomor 327/Pid.B/2025/PN Manado kembali harus ditunda. Untuk keempat kalinya, sidang gagal digelar sesuai agenda lantaran ketidakhadiran saksi korban Jimmy Widjaya dan Raisa Widjaya, meski keduanya telah dipanggil secara patut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Manado, Senin (15/12/2025), sedianya digelar untuk mendengarkan keterangan kedua saksi korban guna mempertanggungjawabkan pernyataan mereka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan di Polda Sulawesi Utara.

Namun hingga pemanggilan keempat, keduanya kembali tidak hadir tanpa keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kondisi ini menuai keberatan keras dari tim kuasa hukum terdakwa. Noch Sambouw, selaku penasihat hukum terdakwa, menilai penundaan berulang tersebut telah merugikan hak kliennya dan bertentangan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.

“Ini sudah pemanggilan keempat. Pengadilan melalui JPU telah memanggil saksi korban untuk hadir dan mempertanggungjawabkan keterangan mereka di BAP, tetapi selalu diabaikan. Penundaan seperti ini jelas membuang waktu dan merugikan klien kami,” tegas Sambouw usai persidangan.

Atas situasi tersebut, Sambouw meminta Majelis Hakim bersikap tegas dan tidak lagi menunda persidangan. Ia mengusulkan agar apabila pada sidang lanjutan yang dijadwalkan Jumat, 19 Desember 2025, kedua saksi korban kembali mangkir, maka keterangan mereka dalam BAP dibacakan di persidangan sesuai ketentuan Pasal 162 KUHAP.

Menurut Sambouw, pembacaan BAP tanpa kehadiran saksi tetap sah secara hukum, namun justru membuka ruang bagi pihak terdakwa untuk menguji kebenaran isi keterangan tersebut.

“Jika keterangannya dibacakan tanpa kehadiran mereka, tentu kami akan menguji apakah isi BAP itu benar atau justru mengandung unsur keterangan palsu, yang memiliki konsekuensi pidana,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sambouw menegaskan bahwa saksi yang berulang kali mangkir dari panggilan sidang tanpa alasan sah dapat dikenai sanksi hukum, bahkan berpotensi dijerat Pasal 224 dan Pasal 522 KUHP terkait ketidakpatuhan terhadap panggilan pengadilan.

“Ini sudah empat kali. Secara hukum, mereka bisa dikategorikan sebagai warga yang tidak patuh hukum. Namun hingga kini, belum terlihat adanya langkah tegas terhadap ketidakhadiran tersebut,” tambahnya.

Tim kuasa hukum terdakwa juga menyoroti kualitas pembuktian JPU, mengingat saksi-saksi yang telah dihadirkan sebelumnya dinilai hanya merupakan pekerja atau orang suruhan, bukan pihak yang secara langsung mengklaim kepemilikan objek perkara.

“Mereka yang mengaku sebagai pemilik tanah dan pelapor utama justru tidak hadir. Kalau memang yakin klien kami melakukan penyerobotan, seharusnya datang ke persidangan dan membuktikannya di depan hakim, bukan menghindar,” tegas Sambouw.

Dalam sidang sebelumnya, JPU juga sempat menghadirkan ahli hukum pidana yang menggunakan istilah “pagar yuridis” sebagai batas tanah berdasarkan sertifikat.

Istilah tersebut mendapat kritik dari tim kuasa hukum terdakwa karena dinilai tidak dikenal dalam hukum pidana maupun hukum pertanahan.

“Istilah itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru memperlihatkan lemahnya pembuktian unsur Pasal 167 KUHP yang didakwakan,” ujar Sambouw.

Sidang perkara ini kembali dijadwalkan pada Jumat, 19 Desember 2025. Publik kini menanti sikap tegas Majelis Hakim demi menjamin kepastian hukum serta menjawab pertanyaan atas ketidakhadiran saksi korban yang berulang kali mengabaikan panggilan pengadilan.(pr)

Telah dibaca: 1

Budi Rarumangkay

Berita sejenis