Pimpinan KPK Ingatkan Pejabat Sulut Hindari Gaya Hidup Jetset

Manado – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr Johanis Tanak SH MHum mengingatkan pejabat, khususnya para kepala daerah dan keluarga untuk menghindari gaya hidup mewah, ala jetset atau hedonis.

“Gaya hidup mewah atau jetset sangat rentan bahkan dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi. Makanya saya ingatkan kepada pejabat, terutama kepala daerah untuk hidup sederhana. Lebih baik biasa saja dan tidak melakukan korupsi,” ungkap Johanis saat menjawab wartawan di sela kegiatan bimbingan teknis Bimtek Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat oleh KPK dengan tagline ‘Mewujudkan Keluarga Berintegritas’ di Novotel Kamis (17/11/2022).

Johanis memberikan contoh konkret, salah satu pejabat yang terjerat akibat memaksakan diri dengan gaya hidup mewah dengan penghasilan tidak berimbang.

“Masa iya kepala daerah pergi bermain judi di luar negeri. Berapa gajinya, apakah dia punya kekayaan, usaha apa, berapa LHKPN yang dilaporkan,” tandasnya.

Dia juga mengingatkan para pejabat dan keluarganya, untuk tidak melakukan korupsi.

“Jangan mengajak istri untuk korupsi, istri juga jangan mempengaruhi suami untuk korupsi. Misalnya, ingin beli tas Hermes tetapi penghasilan tidak menunjang yang akhirnya korupsi,” ingatnya.

Johanis merinci kasus korupsi yang ditangani KPK ada 1.444 kasus sejak 2004 hingga Agustus 2022.

“Dari ribuan kasus tersebut, 161 kasus melibatkan kepala daerah dan 313 perkara menjerat para anggota dewan,” ujarnya.

Menariknya, saat ditanya perilaku pejabat yang ada di Sulut, Johanis menyebut sampai sejauh ini tidak didapati adanya korupsi.

“Pejabat Sulut sampai saat ini clean and clear,” tegasnya.

Meski demikian, dia berharap kegiatan edukasi dan sosialisasi antikorupsi harus intens dilaksanakan.

Menurutnya, bukan hanya dengan mengedepankan upaya penegakan hukum saja. Sebab upaya penegakan hukum tidak akan menyelesaikan permasalahan korupsi di Indonesia.

“Ada upaya-upaya menindak tegas pelakunya dengan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, penuntutan dan eksekusi manakala terbukti dan umumnya pasti terbukti,” tandasnya.

Tindak pidana korupsi, kata Johanis, banyak cara dilakukan oleh masyarakat di bangsa Indonesia.

“Sangat banyak cara apalagi dengan teknologi yang ada saat ini. Undang-undang yang mengatur pun dikamuflase. Inilah yang harus kita kurangi dalam pemberantasan korupsi adalah niatnya,” katanya kembali.

Upaya pencegahan yang dilakuka KPK, jelas Johanis, agar ke depan tidak ada lagi niat-niat yang jelek untuk melakukan korupsi.

“Kami berharap semua tidak lagi melakukan korupsi. Provinsi Sulawesi Utara orangnya anti korupsi itulah yang diharapkan oleh KPK, agar benar-benar pembangunan di Sulawesi Utara bisa diwujudkan dan dinikmati oleh masyarakat Sulawesi Utara,” urainya.

Strategi yang digunakan KPK saat ini, ungkap Johanis sering disebut dengan senjata Trisula KPK. Pertama melalui kegiatan pendidikan anti korupsi seperti sekarang ini, dengan tujuan agar masyarakat tidak mau dan tidak ingin korupsi lagi.

Kedua, melakukan kegiatan pencegahan dengan perbaikan sistem. Tujuannya, agar yang ingin korupsi tidak melakukannya.

Ketiga penegakan hukum dengan tujuan memberikan efek jera.

“Kalau dikatakan untuk memberikan efek jera sampai sekarang ini rasanya penduduk di Republik Indonesia ini belum jera-jera juga melakukan tindak pidana korupsi. Saya juga tidak tahu kira-kira bagaimana supaya jangan lagi ada korupsi,” pungkasnya.

Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan Provinsi Sulut saat ini, sangat mengedepankan program pengawasan.

“Kita sudah melakukan pengawasan dengan intens melalui aplikasi day by day. Bahkan KPK juga bisa memonitornya. Peran dan kewajiban BPK untuk melaporkan hasil monitoring, bahwa tidak ada proyek fiktif,” katanya.

Pemprov Sulut, sambung Olly berhasil meraih peringkat 1 Monitoring Centre Prevention (MCP) KPK dari seluruh provinsi se-Indonesia.

Capaian MCP ini merupakan hasil dalam pemenuhan dokumen maupun perbaikan sistem tata kelola pemerintah, dinilai secara independen oleh Tim KPK berdasarkan 8 area intervensi yaitu, Perencanaan dan Penganggaran, Pengadaan Barang Jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset, dan Dana Desa untuk kabupaten/kota).

“Pengawasan yang kita lakukan ini sebagai upaya untuk pencegahan korupsi,” tandasnya.(sulutonline)

Telah dibaca: 168

Budi Rarumangkay

Berita sejenis