Sidang Dugaan Korupsi Dana CSR : Saksi, Bukti, dan Pertarungan Konstruksi Hukum

SulutonlineManado, Pengadilan Negeri Manado kembali menggelar sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi dana CSR, Selasa (3/9/2025). Sidang kali ini memasuki tahap pembuktian dengan menghadirkan empat orang saksi oleh Jaksa Penuntut Umum JPU.

Perkara ini melibatkan dua terdakwa. Terdakwa I adalah seorang Sangadi atau Kepala Desa, sementara Terdakwa II adalah Jekspi Kanine, yang disebut terlibat melalui perusahaannya sebagai subkontraktor.

Empat saksi yang dihadirkan berasal dari unsur manajemen perusahaan tambang JRBN, tokoh pemuda yang juga Ketua Pemuda Bakan sekaligus anggota dewan, pengawas proyek dari pendamping desa, serta Direktur Artha Tatu.

Dalam persidangan, saksi-saksi menyampaikan bahwa proyek senilai kurang lebih 9 miliar ini tidak ditata dalam APBDes maupun APBD, dan tidak melibatkan tata kelola pemerintahan desa.

“Ini terungkap secara terbuka bahwa tidak ada tata kelola dari pemerintahan, sebagaimana disampaikan para saksi,” ujar pihak JPU.

JPU menjelaskan bahwa proyek tersebut didanai sepenuhnya dari anggaran CSR perusahaan tambang di wilayah Bakan. Proposal awal menyebutkan nilai sebesar 10 Miliar, namun realisasinya mencapai kurang lebih sekitar 9 Miliar, melalui proses tender yang melibatkan tiga perusahaan. Proyek dilaporkan telah mencapai progres fisik sekitar 73 persen.

“Untuk kerugian, kami tidak akan menyebutkan nominalnya, kami belum menyimpulkan karena ini masih dalam tahap dugaan. Kami tidak mendahului,” terang JPU.

Penting dicatat, JPU menekankan bahwa dana CSR tersebut bukan merupakan dana negara, sehingga tidak tercantum dalam struktur APBD atau dana desa.

Kuasa hukum terdakwa Jekspi Kanine menjelaskan bahwa kliennya hanya berperan sebagai subkontraktor melalui PT Artha Prima. Keterlibatan terdakwa dinilai muncul karena hubungan keluarga, di mana istrinya disebut sebagai salah satu pimpinan perusahaan pelaksana proyek.

Pihak kuasa hukum juga menyebut bahwa terdapat sejumlah keterangan saksi yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh klien mereka. Oleh karena itu, mereka meminta agar semua saksi yang diperiksa di tahap penyelidikan dan penyidikan turut dihadirkan dalam ruang sidang.

“Fakta yang menentukan bukan di BAP, tapi dalam proses litigasi persidangan. Hakim harus membentuk keyakinan berdasarkan fakta persidangan, bukan asumsi,” tambahnya.

Salah satu momen penting terjadi saat penasihat hukum, Janes Palilingan, SH., MH., meminta kepada Majelis Hakim agar JPU memperlihatkan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang memuat gambar, dokumen, dan foto-foto proyek di lokasi. Namun permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi.

“JPU tidak siap memperlihatkan, bahkan tidak tersedia dalam berkas di tangan hakim. Yang diperlihatkan hanya fotokopi buram dan tidak jelas,” ungkap Palilingan.

Sidang akan dilanjutkan pada minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan. Perkara ini terdaftar dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Manado, dengan dua terdakwa: seorang Sangadi dari wilayah pelaksanaan proyek, serta Jekspi Kanine yang diduga memiliki keterkaitan melalui PT Artha Prima.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pengelolaan dana CSR ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Proses persidangan diharapkan dapat mengungkap secara terang benderang apakah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut.(pr)

Telah dibaca: 13

Budi Rarumangkay

Berita sejenis