Sulutonline – Manado, Tim kuasa hukum Hj. Lilis Suryani Damis, DR. Santrawan Paparang, dan Hanfi Saleh menyatakan bahwa penyelidikan kembali atas kasus yang telah dimenangkan dalam sidang praperadilan merupakan penghinaan terhadap lembaga peradilan. Pernyataan ini disampaikan usai mengikuti sidang praperadilan terkait penyitaan kembali 18,73 kg emas di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Selasa (17 September 2024).
Paparang dan Saleh mengkritik keras upaya melanjutkan penyelidikan kasus yang seharusnya sudah selesai setelah putusan praperadilan. Mereka menilai tindakan tersebut melanggar prinsip keadilan dan berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
“Praperadilan itu wajib dulu untuk dilaksanakan. Jika ada proses hukum baru yang dilakukan, tetapi putusan praperadilan belum dilaksanakan sepenuhnya, maka kami katakan di dalam sidang, penjabaran pertanyaan ini bisa dikualifisir sebagai contempt of court, penghinaan dalam badan peradilan,” tegas Paparang.
Paparang juga menyayangkan langkah penyidik Subdit Tipidter, Ditreskrimsus Polda Sulut yang belum menjalankan putusan hakim praperadilan dan kembali melakukan penyelidikan baru dengan kasus dan barang bukti yang sama.
“Kenapa? Karena ada asas yang mengatur praperadilan. Praperadilan tidak bisa dibanding, tidak bisa dikasasi, tidak bisa dilakukan peninjauan kembali. Bunyinya begini, apa yang diputus oleh hakim praperadilan hendaklah dianggap benar. Kenapa? Putusan sudah mengikat! Wajib dulu dilaksanakan. Tapi pada kenyataannya, tanggal 15 Juli 2024, begitu putusan praperadilan dibacakan, belum dilaksanakan. Pada waktu yang sama, dibuat juga laporan informasi oleh pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut. Silahkan dinilai,” ungkapnya.
Pernyataan ini muncul setelah Ditreskrimsus Polda Sulut menghadirkan saksi ahli dalam persidangan sebagai bagian dari pembelaan mereka atas gugatan praperadilan terkait penyitaan barang bukti tersebut. Namun, kuasa hukum menganggap langkah tersebut hanya memperpanjang proses hukum yang seharusnya sudah selesai.
Paparang menambahkan bahwa lembaga peradilan merupakan pilar penting dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, menghormati setiap putusan yang telah dikeluarkan adalah kewajiban semua pihak, termasuk penegak hukum.
“Sekali lagi, kami berdua dengan Pak Hanafi dan tim penasehat hukum, mampu membuktikan permohonan praperadilan kami. Masalah putusan bukan kewenangan kami. Kewenangan dari hakim praperadilan. Apa pun hasilnya, sama-sama kita hormati,” terang Paparang.
Sementara itu, Hanafi Saleh menyampaikan bahwa berdasarkan putusan hakim praperadilan, wajib untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.
“Jadi, kalau perintah atau hukuman hakim praperadilan yang lalu sudah diputuskan, itu menghukum termohon untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Maka wajib hukumnya surat pemberhentian penyidikan itu, pada saat itu juga, tanpa syarat apa pun juga, wajib diterbitkan! Pun tidak bisa ditafsirkan musti tunggu si A si B, mau ke sana mau ke sini, itu tidak! Karena putusan hakim itulah yang wajib hukumnya untuk dihargai, kita hormati,” tegas Hanafi.
“Jadi, kalau itu belum diterbitkan, maka bagi kami haram hukumnya untuk dilakukan penyelidikan yang baru, dan ini bisa dikategorikan pembangkangan sepanjang belum ada putusan atau apa yang dikatakan rekan kami sebelumnya (Paparang) adalah contempt of court,” pungkasnya.
Sidang praperadilan ini menarik perhatian publik, terutama terkait penyitaan barang bukti dengan berat mencapai 18,73 kg yang dinilai cacat hukum. Kuasa hukum berharap putusan pengadilan nantinya dapat memperkuat supremasi hukum dan memberikan kepastian hukum yang adil bagi semua pihak.
Sidang praperadilan akan kembali dilanjutkan pada Rabu, 18 September 2024, dengan agenda putusan.(Pr)